Kesalahpahaman Implementasi Kurikulum Merdeka, Apa Saja?

Kesalahpahaman Implementasi Kurikulum Merdeka, Apa Saja?

Kesalahpahaman Implementasi Kurikulum Merdeka, Apa Saja?

"Manusia unggul adalah manusia yang memiliki kapasitas pengetahuan dan teknologi, juga inovasi dan kreativitas," tukas dia.

Implementasi atau penerapan Kurikulum Merdeka tahun ajaran 2022/2023 menuai berbagai persepsi di masyarakat. Untuk meluruskan miskonsepsi implementasi kurikulum tersebut, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (Kepala BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Anindito Aditomo menjelaskan sejumlah hal. Menurutnya, ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam menjelaskan miskonsepsi tersebut. 1. Kurikulum Merdeka sebagai alat perbaikan di sekolah dan kelas. 2. Penerapan Kurikulum Merdeka yang benar/salah secara absolut, benar/salah tidak absolut tetapi kontekstual. “Kurikulum diterapkan sekolah A berbeda dengan sekolah B. Kriteria benar/salah penerapan Kurikulum Merdeka adalah apakah penerapan menstimulasi tumbuh kembang karakter & kompetensi anak didik. Yang bisa tahu terjadi atau tidak adalah bapak/ibu guru yang di kelas,” terang Anindito, pada Silahturahmi Merdeka Belajar (SMB) bertajuk “Meluruskan Miskonsepsi Implementasi Kurikulum Merdeka”, beberapa waktu lalu.

3. Adanya miskonsepsi yang menyatakan harus menunggu pelatihan dari pusat sebelum menerapkan Kurikulum Merdeka. “Jangan menunggu dari pusat, guru dapat mengambil inisiatif untuk mengembangkan kapasitas secara mandiri. Peran Kemendikbudristek adalah menyediakan sumber daya atau perangkat untuk digunakan sekolah secara mandiri sesuai konteksnya sendiri,” terang Anindito. 4. Ada miskonsepsi terkait proses belajar menerapkan Kurikulum Merdeka bisa instan, sekali belajar dan pelatihan langsung bisa dan tuntas.

Penting untuk diperhatikan agar terus melakukan penerapan siklus belajar dan direfleksikan. 5. Miskonsepsi bahwa Kurikulum Merdeka hanya bisa diterapkan di sekolah fasilitas lengkap "Justru Kurikulum Merdeka fleksibel sehingga bisa diterjemahkan dan diturunkan serta diterapkan di manapun, dioperasionalkan menjadi kurikulum yang dibutuhkan sekolah-sekolah yang ada di pelosok dengan fasilitas minim,” terang Anindito.

Upaya itu, kata Anita, bertujuan agar keadaan daerah tersebut menjadi lebih baik.

Total 12 relawan, terdiri dari 9 relawan PIJAR dan 3 relawan PESAT, bakal ditempatkan di Reda Meter, Nusa Tenggara Timur (NTT); Lelogama, NTT; dan Nunuanah, NTT; Lembata, NTT dan Adonara, NTT; Grobogan, Jawa Tengah; Pasaman, Sumatera Barat; Muara Gembong, Jawa Barat; dan Ciroyom, Jawa Barat.

Para relawan telah melalui proses seleksi yang cukup panjang. Sehingga yang terpilih adalah relawan berkemampuan dan berdedikasi tinggi dalam mewujudkan pendidikan dan kesehatan yang lebih baik.

Salma, salah atau relawan yang berasal dari Ambon mengatakan bakal memberikan upaya maksimal selama masa pengabdiannya di Nusa Tenggara Timur. Berbekal latar belakang Kebidanan, Salma ingin membantu mengurasi angka kematian ibu dan anak di daerah pengabdiannya nanti.

Didukung BUMN
Direktur Utama AirNav Indonesia, Polana Banguningsih Pramesti ikut memberikan apresiasi soal upaya CT Arsa dalam mengurangi kemiskinan di tanah air

Apresiasi tersebut disampaikan langsung di https://www.dioceseinfo.org/ samping Anita Tanjung setelah acara selesai.

"Dengan bersama CT Arsa Foundation ini, tadi saya sudah mendapatkan gambaran bahwa luar biasa kontribusinya bagi upaya untuk mengurangi kemiskinan. Terutama itu adalah sejalan dengan visi dari Badan Usaha Negara dalam hal ini AirNav Indonesia," kata Polana.

No Comments

Comments are closed.